Perekonomian Amerika Serikat (AS) dihadapkan pada tekanan ganda setelah data terbaru menunjukkan inflasi kembali melonjak pada Agustus 2025, bersamaan dengan sinyal pelemahan di pasar tenaga kerja. Kondisi ini menempatkan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), dalam posisi sulit menjelang rapat kebijakan moneter yang dijadwalkan pada 16-17 September mendatang.
Dilansir dari Politico.com, Indeks Harga Konsumen (CPI) AS tercatat naik 2,9% secara tahunan pada Agustus, menandai kenaikan selama empat bulan berturut-turut. Pada saat yang sama, data klaim pengangguran baru dilaporkan mencapai level tertinggi dalam hampir empat tahun.
Situasi ini memaksa Ketua The Fed, Jerome Powell, untuk menavigasi antara risiko mendorong inflasi lebih tinggi atau menghambat perekrutan tenaga kerja lebih lanjut.
Sejumlah analis menilai The Fed berada di bawah tekanan besar. “Kenaikan yang lebih besar dari perkiraan ini bukanlah kabar baik bagi Federal Reserve,” ujar Eugenio Aleman, Kepala Ekonom Raymond James.
Menurut Aleman, kenaikan harga yang meluas di berbagai sektor akan semakin meningkatkan kekhawatiran pasar mengenai laju inflasi ke depan. “Ini akan membuat keputusan The Fed untuk menurunkan suku bunga menjadi lebih sulit,” imbuhnya. Dari pernyataan itu, dijelaskan bahwa setiap keputusan yang diambil The Fed memiliki risiko signifikan terhadap arah perekonomian.
Pasar keuangan saat ini memperkirakan ada 88% kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar seperempat poin. Namun, langkah ini dinilai berisiko. Kenaikan inflasi pada Agustus salah satunya disumbang oleh lonjakan harga mobil baru dan bekas akibat tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.
Situasi ekonomi ini juga diprediksi dapat menjadi tantangan politik bagi pemerintahannya menjelang pemilu sela 2026.