Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan para investor aset kripto di Indonesia untuk lebih rasional dan mengedepankan kehati-hatian dalam menghadapi fenomena historis yang dikenal sebagai “September Effect”. Imbauan ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, di Jakarta kemarin, menyoroti kecenderungan investor untuk menarik dana sementara dari pasar modal selama bulan September.
Dilansir dari idnfinancials.com, Hasan menjelaskan bahwa September Effect merupakan sebuah anomali pasar yang secara historis terjadi di berbagai bursa saham regional maupun global. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa pengambilan keputusan investasi tidak boleh hanya didasarkan pada tren musiman semata, melainkan harus disertai analisis yang mendalam dan manajemen risiko yang kuat.
“Tetap harus dilakukan secara rasional dan terus mengedepankan prinsip manajemen risiko yang baik,” kata Hasan. Pernyataan ini menegaskan bahwa investor tidak seharusnya panik, melainkan menggunakan fenomena ini sebagai salah satu pertimbangan dalam strategi investasi yang lebih besar.
Menurutnya, penyebab pasti dari tren penarikan dana ini masih menjadi subjek diskusi di kalangan analis keuangan. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan fenomena tersebut.
”Beberapa analis menilai hal ini terkait dengan aktivitas penyesuaian dari penempatan portofolio investasi setelah berakhirnya musim liburan panjang. Juga adanya kebutuhan likuiditas maupun adanya faktor psikologis dari investor regional dan global,” tambahnya.
Hasan juga menyoroti kondisi perekonomian global yang masih diselimuti ketidakpastian akibat tensi geopolitik, perubahan kebijakan perdagangan, serta pergerakan suku bunga. Faktor-faktor eksternal ini menuntut investor untuk selalu waspada dan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam setiap keputusan investasi.
Di tengah imbauan ini, OJK mencatat pertumbuhan positif di pasar modal domestik. Hingga akhir Agustus 2025, jumlah investor tercatat mencapai 18,02 juta, atau naik 21,18% sejak awal tahun. Nilai penawaran umum juga signifikan, mencapai Rp167,92 triliun, dengan 21 penawaran umum lainnya senilai Rp19,07 triliun masih dalam antrean.